Kesepakatan Damai Dan Raksasa Ekonomi Asia
PILARGLOBALNEWS,-- Entah apa yang merasuki dua negara ini, AS dan China ketika terjadi perang dagang yang betul - betul menyedot perhatian global. kini di awal tahun 2020 kedua negara tersebut kembali menyodorkan irama dan babak baru . Amerika Serikat dan China akhirnya meneken kesepakatan damai
dagang fase pertama pada Rabu (15/1). Ini menjadi angin segar setelah dua tahun
lamanya dua negara itu bersitegang.
Presiden AS, Donald Trump, dan Wakil Perdana Menteri China,
Liu He, menandatangani kesepakatan damai dagang itu dalam pertemuan di Gedung
Putih.
Dalam salah satu poin dalam kesepakatan itu, China sepakat
membeli barang dari AS senilai setidaknya 200 miliar dolar.
Untuk mencapai nilai kesepakatan itu, China dan AS memasang
target setiap tahun.
Untuk produk pabrik, misalnya, China harus mencapai target
pembelian 32,9 dolar di tahun pertama dan 44,8 miliar dolar di tahun
selanjutnya. Untuk agrikultur, target yang dipasang senilai 12,5 miliar dolar
di tahun pertama dan dilanjutkan dengan 19,5 miliar dolar. Di sektor energi,
target tahun pertama dipatok 18,5 miliar dolar, dan selanjutnya 33,9 miliar
dolar. Pada sektor layanan, target dipasang 12,8 miliar dolar dan 25,1 dolar.
Walau begitu, AS akan tetap mengenakan tarif atas barang
impor dari China hingga ada perjanjian fase II. Namun, AS setuju untuk
menangguhkan tarif pada sejumlah produk elektronik senilai 160 miliar dolar AS.
Kesepakatan fase I ini diharapkan bisa menjadi awal yang
baik setelah kedua negara terlibat perang dagang yang juga menyeret
perekonomian global.
Berdasarkan data terbaru, pengaruh negatif perang dagang
terhadap daya saing dan industri manufaktur Amerika lebih dalam dan lama
dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Perusahaan AS tercatat telah membayar tarif 46 miliar dolar
sejak Preside Donald Trump mulai merestrukturisasi hubungan dengan hampir semua
mitra dagang utama Washington.
Sementara itu , Di tahun 2018 lalu, nilai investasi China di
Kamboja tidak kurang dari 2 miliar dolar AS.
Terakhir Vietnam. Pertumbuhan negeri Ho Chi Minh ini diramalkan
sebesar 6,7 persen. Ini berarti akan terjadi kenaikan signifikan dari
pertumbuhan ekonomi 6 persen yang dimiliki negara komunis ini sejak 2012.
Vietnam dinilai berhasil mengembang sektor manufaktur
elektronik. Selain itu, dalam lima bulan pertama tahun lalu, investasi asing
yang masuk ke negara itu pun tidak kurang dari 16 miliar dolar AS. Sangat
signifikan.
Di luar enam negara Asia, ada empat negara Asia lain yang
diperkirakan tumbuh di atas 6 persen. Keempatnya adalah Nepal dan Maladewa yang
masing-masing tumbuh 6,3 persen, serta Laos dan Filipina yang masing-masing
tumbuh 6,2 persen dan 6,1 persen
Bila sesuai dengan yang diprediksi, maka pertumbuhan ekonomi
enam negara di Asia tahun ini akan benar-benar meroket.
Menurut Asian Development Bank (ADB) seperti diberitakan
Forbes, ketegangan ekonomi antara Amerika Serikat dan rezim komunis di Republik
Rakyat China (RRC) di sisi lain memberikan manfaat bagi sejumlah negara Asia.
Mereka dapat memanfaatkan ketegangan tersebut untuk kepentingan pertumbuhan
nasional.
Tiga dari enam negara Asia itu adalah negara di kawasan Asia
Tenggara, yakni Myanmar, Kamboja, dan Vietnam. Tiga lainnya adalah Bangladesh,
India, dan Tajikistan, Myanmar.
ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Bangladesh akan
mencapai titik 8 persen di akhir tahun. Ini sebuah prestasi setelah sejak 2011
pertumbuhan ekonomi negara ini konstan di 6 persen.
Salah satu faktor pendorong adalah tingkat upah yang relatif
rendah, yakni sekita 100 dolar AS per bulan.
Sementara India diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan
ekonomi 7,2 persen. Ini angka yang pas untuk didapatkan India dalam upaya
menjadi lokomotif baru sektor manufaktur, termasuk elektronik. Namun, angka 7,2
persen ini sebenarnya masih di bawah dari apa yang pernah mereka capai di tahun
2016 lalu, yakni pertumbuhan ekonomi 8,17 persen.
Tajikistan kelihatannya berhasil memompa sektor pertambangan
emas dan perak serta pemrosesan logam. Selain itu, remitensi atau pendapatan
warganegara yang bekerja di luar negeri juga ikut menjadi stimulasi ekonomi
yang berarti.
Menurut catatan, setidaknya 1 juta warganegara Tajikistan
bekerja di luar negeri di berbagai sektor.Pertumbuhan ekonomi negara bekas Uni
Soviet ini di tahun 2020 diperkirakan akan sebesar 7 persen.
Adapun Myanmar yang hanya memiliki PDB sebesar 67 miliar
dolar AS diperkirakan akan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen. Ini
didorong oleh pertumbuhan manufaktur dalam lima tahun terakhir. Dalam tiga
tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Myanmar pun dilaporkan konstan pada titik
6,5 persen.
Seperti Myanmar, Kamboja juga diperkirakan mencatat
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen. Pertumbuhan ekonomi ini disebutkan
mendapat stimulasi yang sangat signifikan dari investasi China di berbagai
sektor seperti tekstil, real estate, resor, juga infrastruktur. (redpotogoogle)
Tidak ada komentar