90 Persen Lebih Perkara Di Daerah Menyangkut Pasal 2 Pasal 3 Pengadaan Barang Dan Jasa
PILARGLOBALNEWS,-- Penuntasan korupsi mengenai pengadaan barang dan jasa terkait pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor menjadi persoalan yang cukup menghambat ketika dalam proses melakukan perhitungan kerugian keuangan negara.
Oleh sebab itu, bukan hanya intitusi KPK yang mengalami, akan tetapi penegak hukum lain seperti kejaksaan dan kepolisian bila mengusut dugaan
korupsi sampai menyangkut perhitungan kerugian negara.
"90 persen lebih perkara di daerah itu menyangkut pasal
2 pasal 3 pengadaan barang dan jasa, praktis di situ harus ada pembuktian
terkait kerugian negara, ini yang selama ini sering terhambat teman-teman
penyidik di kejaksaan daerah itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata,
Rabu (22/12/2021).
Menurut Alex, terkait Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor
4 tahun 2016 disebutkan bahwa instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya
kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara itu, instansi lain seperti BPKP hingga inspektorat
terkait dapat melakukan pemeriksaan. Namun tidak memiliki kewenangan untuk
menyatakan adanya kerugian keuangan negara.
Maka itu, kata Alex, terkait proses perhitungan kerugian
negara menjadi persoalan pula bagi para penegak hukum. Apalagi, yang paling
kesulitan penegak hukum di daerah untuk merampungkan penyidikan kasus korupsi
karena lamanya proses perhitungan kerugian negara.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK), menyebutkan bahwa
penyidik di setiap instansi penegak hukum terkhusus mengenai korupsi dapat
melakukan perhitungan kerugian negara.
Alex menjelaskan, ketika menuntaskan perkara korupsi seperti
pekerjaan fiktif. Untuk kerugian keuangan negara tentu sudah dapat tergambar
ketika uang negara sudah dikeluarkan. Namun, ternyata pekerjaan itu sama sekali
tidak berjalan atau tidak ada.
"Apakah masih perlu audit?, wartawan pun pasti sudah
bisa hitung kerugian negara, ya sejumlah uang itu lah yang dikeluarkan, berarti
tidak perlu audit, kasarnya seperti itu," ucap Alex.
"Jadi penyidik juga bisa, hakim dengan bukti
pengeluaran uang, nggak ada imbalannya, pasti juga yakin, kan begitu.
Pertanyaan selanjutnya sebetulnya siapa dalam perkara korupsi itu yang
menentukan besarnya kerugian negara, yang nanti akan dibebankan ke pidana?
bukan BPK, bukan BPKP, bukan penyidik, dan sebagainya, tetapi yang menentukan
itu hakim, lewat putusannya tadi," sambungnya.
Sehingga, hakim dalam putusannya itu dapat menyatakan kerugian negara serta pihak yang diputus untuk bertanggungjawab mengganti hilangnya uang negara.
Sementara itu, untuk hasil audit tetap membantu hakim menjadi alat untuk menyatakan adanya kerugian negara.
"Apakah (hasil audit) itu mengikat?. Oh tidak. Hakim harus setuju dengan hasil audit. Ya, kalau hakim mau setuju dengan hasil audit ya nggak masalah gitu kan. Tetapi itu tadi, tidak harus terikat pada hasil audit. Karena hasil audit itu atau perhitungan kerugian negara itu hanya salah satu unsur dalam proses pembuktian perkara korupsi, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3," katanya (red)
Tidak ada komentar